Salah satu
indikator mikro keberhasilan suatu pemberdayaan adalah manakala seorang kader
atau pelaku yang selama ini didampingi mendapat apresiasi atau kepercayaan
penuh dari masyarakat. Terlebih lagi ketika kepercayaan dari masyarakat itu
ditahbiskan untuk memegang posisi paling vital dan sentral untuk menakhodai
mereka dalam bentuk jabatan kepala desa. Dan fenomena itulah yang tejadi pada
kami di Kecamatan Kuala Betara Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Ya, kami mesti
mengikhlaskan ketika para pelaku-pelaku kami di desa diberi amanah menjadi
kepala desa. Kami katakan “para pelaku-pelaku kami”, karena memang tidak
tanggung-tanggung, di waktu yang sama (Maret 2013), tiga orang pengurus TPK
di Kecamatan Kuala Betara terpilih menjadi kepala desa.
*
* *
SYAHDAN di Tahun 2012, ketika
kebijakan Pemkab Tanjabbar menginstruksikan pemekaran desa secara massif di
seluruh kecamatan di Kabupaten Tanjung Jabung Barat, juga berdampak langsung
pada perubahan peta wilayah di Kecamatan Kuala Betara yang selama ini hanya
terdiri dari empat desa; Desa Betara Kiri, Desa Betara Kanan, Desa Sungai
Gebar, dan Desa Sungai Dualap. Pemekaran desa di Kec. Kuala Betara menjadikan
kecamatan yang juga baru dimekarkan dari kecamatan induknya—Kec. Betara—pada
2007 ini memiliki sembilan desa dan satu kelurahan. Desa Betara Kiri yang
menjadi ibu kota kecamatan berubah status administratifnya menjadi kelurahan.
Pemekaran desa secara kolosal ini
tak pelak membuat beberapa tokoh desa yang selama ini berambisi dalam mengejar
kedudukan semakin berlomba-lomba untuk meraih simpati masyarakat. Pelbagai
gebrakan dan langkah-langkah mereka tempuh demi menunaikan ambisi politiknya,
baik yang secara langsung maupun yang tersirat. Mulai dari yang sekedar tebar
pesona, sampai yang berani mengumbar janji. Kami, dan para pelaku-pelaku
PNPM-MPd di kecamatan tentu saja hanya bertindak sebagai penonton yang baik,
dengan terus menjaga kenetralan dan mencegah program dari susupan bias politisi-politisi
desa tersebut.
Kendati berbagai strategi politik
semakin gencar digalakkan, seiring dengan eskalasi dan intensitas politik di
kecamatan yang semakin menghangat, namun mayoritas masyarakat di Kec. Kuala
Betara sepertinya bukanlah warga-warga awam yang demikian mudahnya dibuai oleh
manisnya janji-janji dari beberapa tokoh instan dan karbitan. Masyarakat Kuala
Betara melihat ketokohan seorang individu berdasarkan rekam jejak (track
record) seseorang. Penilaian objektif tersebut mereka bingkai dalam
sanubari yang ketika pada saatnya tiba akan mereka amanahkan pada orang yang
tepat. Walhasil, takdir kemudian mencatat bahwa pada awal 2013 ada tiga putra
terbaik di Kec. Kuala Betara yang terpilih sebagai kades dengan kemenangan
mutlak tanpa gembar-gembor dan negative campaign sebelumnya, alih-alih black
campaign.
Yang menjadi catatan keharuan bagi
kami adalah, ketiga kades terpilih itu sebelumnya adalah pengurus TPK yang
selama ini selalu bersama kami dalam berbagai kesempatan, baik suka maupun duka
dalam menyukseskan segala rangkaian kegiatan PNPM-MPd di desanya masing-masing.
*
* *
Adalah Abdul Wahab, M. Nazimi,
dan Sukardi, yang selama ini kami dampingi sebagai pengurus Tim Pelaksana
Kegiatan (TPK) di tiga desa di Kecamatan Kuala Betara Kabupaten Tanjung Jabung
Barat. Ketiga orang ini menjadi tokoh kunci keberhasilan dari rangkaian tahapan
dan kegiatan PNPM-MPd di desa masing-masing. Berbagai pengalaman (baik yang
bersifat teoritis maupun yang empiris) mereka dapatkan ketika mereka mulai memutuskan
untuk bergabung langsung sebagai pelaksana teknis di tingkat desa. Seiring dengan
waktu, tampak semakin kentara bahwa sumbangsih dan keaktifan mereka pada
program tak perlu diragukan. Mental pemberdayaan dan pengabdian mereka pada
desa seakan sudah terpatri pada denyut nafas dan jejak langkah mereka selaras
dengan kepercayaan masyarakat pada kinerja dan loyalitas mereka.
Abdul Wahab terpilih sebagai Bendahara
TPK di Desa Betara Kiri—saat itu Betara Kiri masih berstatus desa—pada T.A. 2007.
Waktu itu Desa Betara Kiri masih tergabung dalam Kec. Betara. Kesan pertama
saat bersua lelaki yang kini berusia 35 tahun ini akan menampilkan pribadi yang
tenang, teduh, namun penuh dengan dedikasi dan ketegasan, serta etos kerja yang
tinggi. Sosok seperti ini memang tepat untuk mewakili seorang pelaku yang akan
menangani kegiatan-kegiatan teknis dari suatu program pemberdayaan yang untuk
pertama kalinya menjamah desa tersebut.
Dengan segala kebersahajaannya
yang low profile, tekad yang genuine, disertai
mobilitasnya yang tinggi, rasanya tak terlalu sukar untuk meraih harapan
masyarakat. Apalagi ditunjang dengan pengalamannya sebagai pengurus TPK selama
enam tahun yang cukup membawa perubahan fisik bagi desanya secara signifikan, seakan
memenuhi ekspektasi masyarakat untuk memajukan Desa Dataran Pinang yang menjadi
tempat kelahirannya.
Kepercayaan diri yang terukur
tersebut akhirnya membuahkan hasil. Bendahara TPK yang mengundurkan diri ketika
membulatkan tekadnya untuk bertarung dalam pilkades tersebut akhirnya berhasil
menyisihkan seorang kandidat lainnya dengan kemenangan mutlak. “Pundakku rasanye
lebih ganal sekarang”, demikian ujarnya ketika beliau
mengilustrasikan beban yang disandangnya ke depan ketika untuk pertama kalinya
kami menghubunginya sebagai kades terpilih. Pasca pelantikan di Bulan Maret
2013, kades muda berputra satu ini menemui kami di Kantor UPK dan dengan rendah
hati mengatakan bahwa pengalamannya selama enam tahun sebagai TPK adalah
pengalamannya yang sangat berharga dan berpengaruh langsung terhadap personality-nya,
baik dalam hal knowledge, maupun dalam hal manajerial organisatoris.
*
* *
Tak berbeda jauh dengan Abdul
Wahab, rekannya di Desa Betara Kanan, M. Nazimi, juga memulai kiprahnya di
masyarakat dengan menjadi Sekretaris TPK
Desa Betara Kanan pada T.A. 2011. Pemuda berpostur kurus namun enerjik
ini tak pernah membayangkan kalau dirinya akan mencatat sejarah sebagai pemimpin
defenitif pertama di desa yang baru saja dimekarkan dari Desa Betara Kanan
tersebut. Wilayah Desa Kuala Indah memang tak asing baginya, di samping sebagai
tempat kelahirannya, wilayah desa yang berbatasan dengan Desa Sungai Gebar ini
adalah tempat dimana keluarga besarnya berdomisili dan area dimana beberapa
baris kebun kelapanya berada. Gambaran tersebut ia rangkum sendiri menurut
adagium Banjar: “inilah tampat qeluarnya peluhku hingga kahina’ karing sèuting-sèuting”.
Namun yang paling berkenan di
hati masyarakat Desa Kuala Indah adalah pembawaan M. Nazimi yang ramah,
spontan, dan ringan tangan. Image positif tersebut bersenyawa dengan kiprahnya
selama menjadi TPK yang kendatipun tak lama namun oleh sebagian besar warganya
dirasa membawa angin segar perubahan yang progresif.
Stigma postif yang terbangun
berkat pencitraan yang apa adanya tersebut dirasakan manfaatnya oleh M. Nazimi
ketika mengungguli saingannya dalam meraih simpati warga Desa Kuala Indah pada
pilkades awal 2013 yang lalu. Dan seperti dugaan kami, status sebagai kepala
desa tak lekas membuat lajang 31 tahun ini bersikap jumawa. “Tetaplah
panggil Aku Jimmy...Jangan pakai Datuk!”
*
* *
Yang tak kalah fenomenal adalah
mantan Ketua TPK Desa Sungai Dualap sejak T.A. 2007-2012. Sukardi, demikian
nama beliau. Periode kepengurusannya sebagai Ketua TPK di salah satu desa induk
yang tergolong lama menorehkan tinta emas lewat berbagi sarana fisik yang
hingga hari ini masih dimanfaatkan dan terawat dengan baik, mulai dari beberapa
unit jalan rabat beton, jembatan kayu, dan pasar desa.
Menurut pengakuannya, pada
mulanya keraguan sempat mengitari pria Jawa yang telah dikaruniai anak sepasang
ini dalam membuat keputusan untuk maju dalam pemilihan kepala desa. Keraguan
itu agaknya beralasan kalau faktor primordial menjadi pertimbangan. Berdasarkan
peta sebaran suku yang berdomisili di Desa Sungai Dualap, ada dua suku yang
terbilang mayoritas disana; Bugis dan Jawa, selebihnya adalah minoritas Banjar
dan Melayu. Dari wacana yang berkembang ada seorang calon yang merupakan
representasi dari masyarakat Bugis, Banjar, dan Melayu. Tokoh ini pun
dilengkapi dengan logistik yang melimpah.
Berangkat dari niat yang istiqomah,
Mas Kardi—demikian kami memanggilnya—konsisten maju dengan hati yang keukeuh.
Kalah dan menang itu biasa, Saya sudah lama berbuat untuk desa, pro dan
kontra pastilah selalu ada, yang jelas selama ini, khususnya semenjak di PNPM,
Saya memasang niat yang tulus untuk pembangunan desa. Biarlah masyarakat yang
menilai, selebihnya serahkan pada Yangkuasa... Demikian retorika diplomatis
dari lelaki berusia 38 tahun ini seakan mewakili sikapnya yang legowo menerima
apapun keputusan hasil pilkades kelak.
Ketulusan hati Sukardi ternyata
di-ijabah Tuhan dengan cara mengejutkan. Saingan beliau yang
digadang-gadang akan melenggang bebas menjadi kades dengan sekonyong-konyong
mengundurkan diri tanpa alasan yang jelas menjelang detik-detik penetapan calon
oleh panitia pilkades setempat. Sukardi yang tanpa saingan akhirnya ditetapkan
sebagai calon tunggal dan selanjutnya terpilih sebagai kades baru Desa Sungai
Dualap
*
* *
Beberapa petikan hikmah yang mungkin
dapat diambil dari kisah di atas adalah bahwa proses transformasi Abdul Wahab,
M. Nazimi, dan Sukardi yang berangkat dari pengurus TPK menjadi kades bukanlah
proses instan. Mereka mengawali dari kisah pemberdayaan dengan segala dinamika
di dalamnya. Mereka meramu pengalaman dan keilmuan sewaktu menjadi TPK sebagai
kawah candradimuka menuju jenjang yang lebih tinggi. Oleh karenanya, tak salah
kalau orang bijak mengatakan bahwa kisah pemberdayaan adalah kisah tentang
kemanusiaan.
Pengabdian, apapun bentuknya
merupakan tanggungjawab personal yang berimplikasi luas pada penilaian
orang-orang di sekitar. Pengabdian tak selalu paralel dengan kesuksesan namun
berkonsekuensi logis pada kepercayaan masyarakat. Tatkala penilaian dan
kepercayaan telah bersemayam di hati masyarakat, maka keniscayaan amanah
pada gilirannya akan tiba. Tapi sebelum amanah datang menjelang, keikhlasan
adalah prasyarat yang utama. Ketika keikhlasan telah melandasi niat, maka
pada titik inilah segalanya akan bernilai ibadah...[]
Wallahu a’lam bis-Shawab! (FK Kuala Betara)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar